Review Ikhtisar Buku Garis-Garis Besar Hukum Gereja Karangan J. L. Abineno
HUKUM
GEREJA
I. Pendapat para Ahli
tentang hukum gereja
Pendapat para ahli tentang hukum gereja berbeda-beda: ada yang menganggapnya sebagai hukum dalam arti yuridis, dan ada juga yang menganggap sebagai peraturan atau orde, yakni:
-
G. Voetius, menyebut hukum
gereja sebagai ilmu yang suci tentang pemerintahan Gereja yang kehilahatan
-
H. Bouman, hukum gereja
adalah “hukum yang berlaku dan harus berlaku” dalam gereja sebaagai “lembaga”.
-
Th. Haitjema, ia tidak
mau berkata-kata tentang hukum gereja, tetapi “orde” atau “peraturan” dalam
hidup dan pelayanan Gereja
-
H. Berkhoft, mengenai
hukum gereja lebih menyetujui kata “peraturan” atau “tata gereja” daripada
tentang hukum gereja.
Dari
penulis menyetujui bahwa hukum gereja ialah ilmu yang mempelajari dan menguraikan
segala peraturan dan penetapan yang digunakan oleh gerja untuk menata atau
mengatur hidup dan pelayanannya di dalam dunia.
Beberapa
penjelasan mengenai defenisi diatas, yakni:
-
Sebagai disiplin ilmiah,
tugas hukum gereja bukan saja mempelajari peraturan-peraturan dan penetapan
penetapan yang berlaku bagi gereja, artinya bahwa tidak cukup kalau ia hanya
mengetahui, bagaimna suatu gereja ditata atau diatur, tetapi ia juga harus
mengetahui, bagaimana suatu gereja seharusnya ditata atau di atur.
-
Cara yang digunakan
gereja untuk menata atau mengatur hidup
dan pelayanannya di dunia, erat hubungannya dengan pandangannya tentang
hakkikat dan panggilan gereja.
-
Petunjuk-petunjuk
mengenai bagaimana gereja harus ditata atau atur, sedikit atau banyak dapat
diketahui dari pengakuan iman mereka, yakni hukum gereja erat hubungan dengan
ekkleseologi lebih dari itu hukum gereja bukan saja erat hubungannya dengan
ekklesiologi tetapi ia berakar di dalamnya.
II. Apakah
itu gereja?
Mengenai
pertanyaan apakah itu gereja, kita dapat memberi jawaban yakni kalau kita
meninjua dari bentuk pemunculannya di dunia, ia pada satu pihak, adalah suatu
perhimpunan manusia biasa yang mempunyai
kesamaan tertentu dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan di dunia. Tetapi kalau
kita melihatnya dari segi hakikatnya, ai pada lan pihak, adalah suatu
persekutuan rohani dengan Yesus Kristus sebagai kepala.
Dalam
hubungannya dengan defenisi diatas orang sering membuat perbedaan antara
“Gereja yang kelihatan” dan “Gereja yang tidak kelihatan”.
-
Mengenai konsep “Gereja
yang kelihatan” dan “gereja yang tidak kelihatan” bukan dalam arti dua gereja,
tetapi dua sisi dari gereja itu sendiri: “segi luarnya” yang kelihatan dan
“segi dalamnya” yang tidak kelihatan.
-
Hukum Gereja hanya
berhubungan dengan “Gereja yang kelihatan”
III. Apa
yang dimaksud dengan hukum?
Hukum umumnya dianggap sebagai suatu alat untuk nenata atau mengatur
kehidupan bersama. Hukum berusaha mengatur secara damai dan adil hubungan
lahiriah antara manusia dan sesamanya. Dari definisi ini dapa dikatakan Hukum
gereja berfungsi mengatur
hubungan-hubungan lahiriah dalam gereja sebagai lembaga dan hubungan antara
Gereja yang satu dengan Gereja yang lain dan antar Gereja dan Negara. Kalau hal ini tidak di lakukan, gereja tidak dapat memenuhi tugas dan panggilannya
dengan baik. Itulah sebabnya Rasul paulus dalam suratnya yang pertama pada
jemaatnya di korintus menasihatkan anggota-anggota jemaat, supaya “segala
sesuatu di situ harus berlangsung sopan dan teratur“(14:40).
Gereja tidak sama dengan lembaga-lembaga
kemaasyarakatan. Gereja adalah satu persekutuan iman. Karena itu
peraturan-peraturanya kita tidak boleh samakan dengan undang-undang Negara dan
tidak boleh kita memperlakukanya secara yuridis. Peraturan-peraturan
gereja adalah peraturan-peraturan yang sesungguhnya, peraturan-peraturan yang
harus di taati. Dalam hal ini peraturan-peraturan gereja tidak berbeda dengan
peraturan-peraturan yang lain. Tetapi dasar ketaatan itu adalah kasih,bukan
kekerasan, kebebasan, bukan paksaan.
IV. Tempat Hukum Gereja dalam Ilmu Theologi.
Hukum gereja sebagai disiplin ilmu teologi untuk itu
harus mempunyai “dasar dogmatis” makanya ia berakar di dalam eklesiologis (Karl
Barth). Begitu juga dengan pembagian dari A. Kuyper, membedakan empat kelompok
mata pengajaran dalam ilmu theology yaitu bibliologis, kelompok
ekklesiologi,kelompok dogmatologis dan kelompok diakonologis, nah, menurutnya
hukukm gereja bersama-sama dengan sejarah gereja, di golongkan pada kelompok
eklesiologis.
Dalam sekolah-sekolah theologi kita di Indonesia,
hukum gereja umumnya dianggap sebagai bagiana dari teologi praktika, namun ada
banyak ahli yang tidak setuu dengan penggolongan ini, menurut mereka sngat merugikan
karena terlampau semput cakupannya dan juga banyak menimbulkan salah paham
yakni mempunyai pandangan yang tidak benar tentang hukum gereja, sehingga dalam
penyususnannya merek mempercayakan kepada anggota jemaat yang ahli di bidang
hukum.
V.
Apakah mungkin
gereja-gereja menyusun suatu hukum gereja yang oikumenis?
Hukum gereja yang oikumenis ini merupakan suatu hukum
gereja yang menyelediki apakah terdapat stuktur dasar bersama yang dapat
digunakan sebagai basis (dasar) dan titik tolak dari usaha untuk memciptakan
suatu persekutuan gerejawi yang oikumenis, dimana pertenntang-pertentangan
konfensional tertentu pada waktu ini dapat dibatasi atau ditiadakan.
Di Indonesia dijalankan oleh PGI, yang ditawarkan
kepada Gereja-gereja anggota sebagia bahan studi, supaya dengan demikian
mudah-mudahan dapat diciptakan suatu tata gereja oikumenis yang dapat menreka
gunakan untuk penataan (penyusunan) Gereja mereka masing-masing.
Begitu juga dengan DGD dalam usaha ini menebitkan
suatu laporan tentang “Baptisan, perjamuan malam dan jabatan”, dalam laporang
ini mununjukkan bahwa DGD memberikan pokok-pokok yang penting untuk hukum
gereja.
SEJARAH
HUKUM GEREJA
I.
Beberapa catatan
historis, yang berhubungan denga perkembangan hukum gereja, karena Gereja telah
mempunyai hukum peraturan-peraturannya sendiri.
-
Seperti kita ketahui
bahwa pada abad ke-III gereja hidup sebagai suatu persekutuan yang di musuhi
dan di siksa. Terutama sejak pemerintahan kaisar diolectianus dan
pengganti-penggantinya (dari tahu 303-311). Gereja hampir-hampir tidak mampu
menanggung beratnya siksaan itu.
-
Tetapi pada tahun 312
datang perubahan dalam situasi itu. Kaisar constantinus(yang munkin dalam
hatinya telah betobat dan menjaadi Kristen) berhasil merampas kekuasaaan di
bagian barat dari iparnnya, lucianus dan kekuasaan dari sebelah timur dari
kerajaan Romawi. Pada tahun 313 keduanya sepakat mengeluarkan “keputusan milan”
antara lain memberikann kebebassan penuh pada gereja.
-
Keputusan yang penting
ini kemudian di ikuti oleh peraturan –peraturan lain seperti peraturan untuk
menerima warisan peraturan tentang bantuan untuk mendirikan gedung ibadah
dan lain-lain yang sangat menguntungkan
gereja. Keuntungan ini makin bertambah besar waktu constantinus mengalahkan
Lucianus pada tahun 324 dan sendirian memegang kendali pemeritahan.
-
Akhirnya pada tahun 380
gereja di resmikan oleh kaisar Teodosius menjadi Gereja-Negara. Oleh peresmian
ini gereja mulai menata dirinya dan mulai menyusun “hukum kanonik” , yang bukan
saja mencakup praturan-peraturan untuk hidup kegerejaan, tetapi juga
perkawinan, untuk warisan, untuk milik gereja, untuk pelanggaran-pelanggaran
dan lain-lain.
Beberapa contoh bahwa dahulu gereja telah mempunyai
peraturan yakni sebagai berikut:
-
Didakhe telah
disusun pada abad peretama, memuat pertaturan-peraturan untuk hidup jemaat.
-
Selain itu juga
didakhe menyebut Traditio apostolic, yaitu peraturan dari gereja lama.
-
Didaskalia disusun
pada bagian pertama abad III dan Constutituones
apostolorum yang disusun kira-kira 380.
Pearturan-peraturan ini di susun oleh apra rasul. Juga
ada bebrepa keputusan yang diambil dari sinode-sinode dan siding-sidang tentang
ajara, tentang liturgy, dan tentang Gereja. Disamping keputusan itu juga para
paus di Eropa barat menciptakan dekrit-dekrit dibidang hukum untuk gereja.
II.
Reaksi reformasi
Luther, menyatakan bahwa hanya oleh pemberitaan yang
murni dari Firman Allah hidup gereja dapat diatur dan ditata. Usaha penataan
kembali gereja-gereja dipengaruhi oleh situasi historis pada saat itu, pada
waktu itu pemerintahan lahhiriah gereja dijalankan oleh raja-raja dengan
memnguanakan majelis-majelis yang anggota-anggotanya terdiri dari ahli-ahli
hukum (yuis-yuris) dan ahli teologi. Keaadan ini meyebabkan hukum gereja lambat
berkembang. dari perkembgan itu lahirlah tiga system yakni system atau susunan episkopal, system
atau susunan wilayah teritorialdan sisten atau susunan kolegiel .
Berbeda dengan Johanis Calvin menemukakan asas-asas
dari system atau susunan presbiterial-sinodal.
Hukum gereja Reformed menekankan bahwa system atau
susunan presbetial sinodal adalah satu-satunya system atau susunan yang
Alkitabiah.
III. Abad 19, Hukum Gereja dikelola secara modern dan
ilmiah
Jerman yang memainikan peranan penting dalam hal ini,
mereka mengajarkam produk mengenai suatu organisme yang hidup yang bertumbuh
didalam dengan rakyat, suatu uangkapan sari kesadaran rakyat.
Pada
tahun 1884 Royards dalam pidatonya menyatakan bahwa “ hukum gereja bukan saja
sebagai ilmu pengetahuan,tetapi juga untuk pengajaran akademis” dengan suatu
pertimbangan agar hukum gereja disejajarkan seperti di jerman yaitu sebagai disiplin universiter.
Permintaan Royards di terima. Di universitas-universitas hukum gereja di akui
sebagai matakulia gerejawi, tetapi di bawah tanggung jawab guru-guru besar yang
di angkat oleh gereja Hervormd.
GEREJA
DAN HUKUM GEREJA
I.
Apakah hukum
gereja digunakan untuk Gereja
Gereja dari
mulanya telah mempunyai peraturan peraturan. Itu berarti, bahwa gereja dari
mulanya telah menyatakan dirinya dalam suatu
“rupa” yang tertentu: Yaitu suatu rupa yang terorganiisir. Walaupun
demikian sejarah
gereja membuktikan bahwa banyak yang menentang akan hal ini.
-
Montanisme menurut
pendiranya montanus, menentang akan peroganisasian gereja. Bagi mereka hal ini
merupakan peduniawian terhadap gereja, karena itu mereka berusaha menghidupkan
kembali profesi dari gereja purba.
-
Begitu juga Yoakhim dari Fiore. Ia membagi
sejarah gereja atas 3 periode,
pertama ialah periode dari sang Bapa, yaitu periode dari ”daging” di mana
status dari orang-orang yang kawin di junjung tinggi. Periode kedua ialah
periode dari sang Anak, yaitu periode dari hidup antara roh dan daging, di mana
status parah klerus dihormati. Peroide ketiga ialah periode sang Roh,y aitu
periode yang hampir tiba. Karena itu yoakhim menentang organisasi gereja. Dalam
periode ketiga ini-menurut dia-tidak ada tempat bagi hierarki dan jabatan.
-
Dalam abat ke-16
keberatan terhadap organisasi gereja muncul lagi dari pihak kaum pembaptis
ulang. Menurut mereka pekerjaan para reformator tidak seluruhnya benar. Mereka
menuntut supaya segala sesuatu yang tidak di ajarkan dalam kitab suci, harus di
buang dan di basmi. Gereja harus kembali kepada contoh yang di berikan oleh
gereja ialah”restutio”bukan “reformatio”.
-
Dalam abad yang lalu
ke-19 John Nelson Derby, dalam renungannya-tiba kepada pendapat, bahwa gereja
yang di organisir dengan tatagereja-tatagerejanya, merupakan suatu halangan
bagi hidup bersama dari semua orang
Kristen.
-
Dalam abad yang sama Rudulph Sohm. muncul dengan ajaran
”hukum gereja bertentangan denga hakikat gereja”, dan karena itu gereja
tidak dapat di organisir.
-
Ajaran Sohn ini- berbagai rupa pertanyaan yan
ditujukan kepada gereja.
II.
Ajaran Rudolph Sohm
Ia adalah seorang ahli hukum yang berbakat dan yang
sangat yang sangat luas penetahuannya, ia memiliki satu karya yang berisi hukum
gereja yakni memilih dua dalil yakni dalil pertama hukum gereja bertentagan
dengan hakikat Gereja, dan dalil yang kedua hakikat Gereja rohani dan hukum
diniawi.
Emil Brunner, ia mengadaka perbedaan gereja sebagai
persekutuan percaya dan gereja sebagai persekutuan kultus, gereja sebagai
persekutuan percaya tidak ada aturan, sedangakan gereja sebgai persekutuan
kultus mempunya peraturan.
III. Menilai ajaran Rudolph Sohm
Dalam ajrannya Sohm tidak saja menentang bahawa
birokrasi, tetapi dari pada itu ia memperlihatkan perbedaan prinsipil antara
gereja dan hukum, antara gereja ddan oraganisasi.
Emil Brunner secara prinsipil tidak berbeda dengan
Sohm.
IV. Pelayanan injil Paulus yang mempunyai suatu hubungan
tertentu yang mempunyai sifat hukum gerejawi.
Ia
menetapkan penatua-penatua dalam jemaat (Kis 14:23), dalam gereja yang
dibangunya Pualus memebrikan ketetapan-ketetapan, peratuaran-peraturan, malahan
juga tegoran-tegoran. Paulus berikan ini sebagai hukum gereja.
V.
Barth adalah penyusun yang paling penting dari
sinode di Barmen, pengakuan ini juga yang terkenal sebagai “barmen thesen”
kemudian di jelaskan lebih luas oleh Bart dalam karyanya “kirchliche dogmatik”
intinya dapat di rumuskan sebagai berikut: hukum gereja harus di dasarkan atas
pemahaman kristologis-eklesiologis tentang gereja. Gereja adalah persekutuan orang –orang kudus dengan
Kristus sebagai Tuhan dan Kepala mereka. Kristus adalah “subyek yang “primer” dari gereja.
Barth mau memmberikan
tata gereja lengkap. Ia juga tidak mau memberikan garis-garis besar dari hukum
gereja umum, sebab menurut dia hukum yang demikian tidak ada. Tiap-tiap gereja
mempunyai hukum gereja sendiri. Yang Barth lakukan ialah mengemukakan syarat-syarat,
yang di penuhi oleh hukum gereja dari tiap-tiap gereja.
KITAB
SUCI DAN PERATURAN GEREJA
I.
Peraturan-peratutan
gereja itu penting.
Karena gereja sebagai suatu pelayanan, dan tugas
pelayanan ditugaska kepada seluruh jemaat yang dengan berbagai perbedaan maka Peraturan gereja penting dan kita butuhkan, Peraturan-perturan gereja
mempunyai sifat yang lain. Peraturan dalam gereja memang perlu tetapi fungsinya
hanya sebagai alat atau wacana Kristus. Peraturan
ini berfungsi untuk menjaga pelanyan berlangsung baik dan teratur.
Perlu kita ingat bahwa situasi jemaat-jemaat
perjanjijan baru berbeda dengan situasi gereja kita pada saat ini, karena itu
pearutra yang digunakan juga berbeda. Karena persoalan ini juga maka dalam PB
tidak ada peraturan yang lengkap yang dapat diambil untuk gereja kita pada saat
ini.
II.
Jabatan dalam PB
sebagai penjabaran dari PL
Menurud data-data
dalam PB, tugas pejabat-pejabat mencakup banyak hal, antara lain: mengadakan
mujizat, sebagai pemimpin jemaat dan mengadakan pelayanan diakonia. Dalam
jemaat PB jabatan tidak berfungsi sebagai sacerdotium yang mendegradir
angota-angota jemaat menjadi orang-orang awam tetapi sebagai ministerium,
sebagai jabatan pelayanan.
III.
Di bidang peraturan
gereja dalam PB kita dapat memakai data-data sebagai berikut:
Ø Kis. 6, para rasul memberikan
kepada jemaat suatu mejelis sendiri
Ø Kis. 14:23 Paulus dan Barnabas
menetabkan jabatan presbiter-presbiter (presbyteroy), penilik-penilik jemaat
(episkopos)
Ø Dalam
surat-surat Pulus ada beberapa jabatan gereja yang disebutkan anatara lain:
diakonos (orang yang melayani), aparkhe (orang pertama dari akaya), kathekon (orang-orang
yang bekerja keras), proitasmenoi (orang-orang yang memimpin), nouthetountes
(orang-orang yang menegor)
Ø Dalam
surat-surat pastoral, suatu stadium
kemudian dari zaman PB
ü I
Tim 3:1-7, syarat-syarat menjadi penilik jemaat
ü I
Tim 3:8-13, syarat-syarat menjadi diaken
ü I
Tim 5:3-16, peraturan untuk jabatan janda-janda dalam jemaat (presbiter wanita)
ü I
Tim 5:17, tentang penatua yang memimpin dan penatua yang mengajar
Ø Roma
16:1; Fil 1:1; I Tim 3:8,12, tugas dari diaken (pelayanan meja)
IV.
Rumusan singkat tentang
hal-hal penting dalam peratuaran-peraturan gereja, yang alkitabiah dan
dapat adalah dipertanggung jawabkan:
Ø Peraturan-peraturan
gereja yang baik ialah peraturan-peraturan gereja yang secara prinsipil
mengakui kedewasaan dan imamat-am orang-orang percaya
Ø Menolak
pertentangan yang prinsipal antara kaum rohaniwan dan kaum awam
Ø Menolak
sebutan imam dalam arti kusus untuk pejabat-pejabat gereja
Ø Tidak
menganggap dan memperlakukan pendeta jemaat sebagai hamba sebagai verbi divini
minister, sebagai pelayan Firman Allah
Ø Bersifat
kristokrasi bukan aristokrasi dan bukan juga demokratis
Ø Memberikan
tempat yang sentral terhadap Firman Allah dan Roh Allah dalam hidup dan
pekerjaanya
Ø Tidak
memberikan peluang bagi pemerintah untuk ikut campur tangan dalam soal-soal itern
gereja
Ø Tidak
memberikan peluang kepada majelis yang satu untuk memerintah dan berkuasa
kepada mejelis yang lain
Ø Memberikan
ruang untuk kerja sama dengan gereja yang lain
Ø Tidak
memutlakkan gerejanya dan selalu ingat
yang Tuhan katakan dalam Yoh 10:16
Ø Memberikan
tempat untuk plurifomitas
Ø Tidak hanya mementingkan pendidikan pendeta saja
tetapi juga pejabat-pejabat khusus lainya
Ø Menata
nisbah atau hubunga yang baika antara anggoata-anggota, termasuk
pejabat-pejabat, menurut Mat 23:8-11
Ø Dengan
teliti mengatur perlengkapan (pembinaan) anggota-anggota jemaat
Ø Tidak
memberikan kesempatan pengambilan keputusan sendiri oleh pejabat gereja tanpa
sebuah perundingan
Peraturan-peraturan
gereja ini penting,, kalau dijalankan
oleh orang-orang yang terpanggil untuk menjalankan itu, sesuai dengan kesaksian
kitab suci. Beberapa data alkitab yang mempunyai hubungan dengan hal ini
adalah:
Ø Mat
20:25-28, norma-norma yang breelaku dalam gereja berebeda dengan norma-norma
dalam dunia
Ø Mat
18:15-20, bagaima gereja harus menjalankan pengembalaan dan disiplin gereja
Ø Mat
23:1-11, menolak keserakahan manusia di dalam gereja
Ø Mat
26:34, tetap setia dalam tugas dan panggilan gereja
Ø Mat
28:17, pekerjaan Tuhan tidak dapat bergantung pada manusia
Ø Yoh
14-16, tetap tinggal dalam Yesus Kristus
Ø Mark
16:8, tidak boleh bingung, takut dan goyah iman
Ø Yoh
21:15, kasih Yesus sebagai dasar pemberitaan injil
Ø I
Kor 15:9, tugas gereja dilaksanakan
hanya oleh kasih dan anugerah Allah
PERKEMBANGAN SITEM ATAU SUSUNAN EPISKOPAL
I.
Kehidupan jemaat
sesudah para rasul
Setelah masa para
rasul, kehidupan jemaat dialanda,
dengan rupa-rupa persoalan yang sulit, Dalam situasi ini
mereka membuktikan :
Ø Suatu
pipinan rohani yang kuat bagi
jemaat-jemaat mereka
Ø Suatu
penjagaan yang cermat terhadap kekudusan jemaat-jemaat sebagai tanda dari
hadirnya Roh Kudus dalam jemaat-jemaat itu
Ø Suatu
kesaksian yang kuat dari keesaan jemaat-jemaat mereka
Ø Suatu
tradisi rasuli yang terpercaya sebagai jaminan bagi kepastian keselamatan dan
anggota-angota jemaat
II.
Jabatab episkopos
dan jabatan presbiteros
Jabatan
episkopos dan jabatan presbiteros mula-mula merupakan suatu majelis jabatan
dari penilik jemaat dan penatua (Kis 20:17;28, Tit 1:5;7). Tetapi jabatan
episkopos menjadi satu-satunya jabatan pimpinan dalam jemaat. Perkanbangan ini
disebabkan oleh:
Ø Jabatan
ini mempunyai yang lebih bersifat admistratif dan representatif
Ø Jabatan
ini sesuai dengan perkembangan jemaat-jemaat dalam dunioa helenistis
Hal-hal
yang mempercepat timbulnya apa yang disebut episkopat-monarkhis:
Ø Tindakan
yang represetatif dari uskup-uskup pada waktu-waktu penyiksaan membuat jabatan
mereka sangat di hormatipimpinan mereka dalam pereyaan-perayaan ekaristi
memberikan kepada mereka tanggung jawab atas kekudusan sakramen ini
Ø Dalam
pembasmisn agama-agama kafir, uskup-uskup merupakan titik orientasi untuk
keesaan dan kebenaran yang dipercayai jemaat-jemaat
Ø Uskup-uskup
adalah orang-arang yang menyipan kitab suci yang ditulis.
III. Mengapakah Gereja, yang dahulu menitik beratkan Jemaat
sebagai pemangku Roh Kudus kemudian menjadi kuasa-kuasa keuskupan yang
berkuasa.
Dalam
Perjanjian Baru kita membaca, bahwa jemaat-jemaat yang pertama berada di
kota-kota besar seperti Yerusalem, Roma, Korintos dan Antiokia. Jadi
jemaat-jemaat itu memainkan peranan sebagai jemaat-jemaat kota besar kemudian
jemaat kecil disekitarnya kemudian ditarik memjadi bagian dari mereka (II Kor
1:1). Mungkin hal ini yang menyebabkan jabatan-jabatan uskup berkembang menjadi
suatu jabatan yang berkuasa.
Namun
perlu kita tahu bahwa jabatan
keuskupan tidak sama dengan wilayah propinsi (dalam suatu negara). Uskup tidak
juga ditabiskan didesa-desa, hal ini menyebabkan luasanya wilayah suatu
keuskupan.
Pada
tahun 451 perkembangan ini disahkan oleh konsili Chalcedon, dengn catatan bahwa
patriak di Konstatinopel mempunyai kedudukan yang sama dengan di Roma, tetapi
ia hanya satu langkah dibelakanngnya.
IV. Gereja-gereja
Ortodoks Timur
Dalam
gereja-gereja ortodoks timur, sturktir
epeiskopal mencapai suatu bentuk yang “bulat”, gereja
sebagai lembaga dipimpin oleh suatu lembaga hukum di bawa kaisar sebagai
sebagai hakim dan pemberi hukum yang tertinggi. Gereja memberikan kepada kaisar
suatu otoritas yang sakral.
Walaupun dalam keadaan runtuhnya Kontantinopel, namun
struktur gereja tetap terpilihara.
V. Gereja Katolik Roma
Sejak
dulu jemaat Roma sangat di hormati oleh orang-orang Kristen. Jemaat itu hidup
dan melayani di ibu kota kerajaan. Mereka mempunyai banyak orang ternama, dan
selalu membantu jemaat-jemaat di sekitarnya dan orang-orang hukuman. Untuk pelayan dan kesaksiannya orang-orangnya
rela menjadi martir, juga uskup-uskupnya. Dengan runtuhnya kerajaan Roma Barat
(410) mitos kota Roma sebagai kota martir hilanh. Kemudian keesaan gereja-gareja
Barat dan kekosongan kewibawaan disitu perlahan-lahan diisi kembali dengan
adanya otoritas tertinggi dari paus di Roma.
VI. Agustinus dan bukunya yang menagajarkan dua kerajaan
Corpus Christi sebagai kerajaan Allah yang menguasai
seluruh kehidupan manusia. Gereja adalah semacam
Kerajaan Allah di dunia. Raja-raja menerima kuasa mereka sebagai suatu pinjaman
dari paus, tetapi hal ini bertentangan dengan realitasa yang ada. Karena itu
keruntuhan gereja makin nampak. Kemudian dalam perjuangan melawan reformasi,
otoritas paus memperoleh nilai kembali dalam konsili kontra reformasi di Trente
(1545-1563). Tapi hubungan antara mejelis para uskup chattedera petri masi
harus di atur dahulu.hal ini terjadi dalam konsili Vatikan II (1962-1965).
Dalam konsili itu di tetapkan, bahwa kuasa paus di Roma lebih tinggi dari kuasa
majelis para uskup.
PANDANGAN
PARA REFORMATOR
I.
Luther
Pandangan
Luter tentang gereja dan penyusunannya, langsung berkaitan dengan ajaran
tentang pembenaran hanya oleh iman. Ini dapat dilihat dari dalil-dalil Luter
yang ditempelnya pada 31 Oktober 1517. Lewat itu Luter berusaha untuk
meniadakan otoritasa ilahi dari pertobatan dan mengajar orang-orang perecaya
untuk berpikir secara benar tentang pertobatan dan hukuman.
Ajaran
Luter tentang pembenaran (yustifikasi) hanya oleh iman, memimpin kepada
pandangannya tentang imamat-am orang percaya. Dalam pandangan ini terhapus
perpisahan \hiraraki antara kaum rohaniawan dan kaum awam. Menurud Luter
anggoata gereja terdiri dari orang-orang yang benara dan tidak benar.
Orang-orang dari Kerajaan Kristus merupakan gereja yang rohani, yang terutama
tersembunyi dan karena itu tidak dapat ditata atau diatur oleh hukum yang
lahiria.
Pada
tahun 1513 ia menulis buku yang berjudul bahwa suaru sidang atau jemaat
kristiani mempunyai hak atas kuasa menilai semua ajaran dan untuk memanggil,
mengangkat dan memecat pengajar-pengajar. Ini menunjuk bahwa ia tidak
memperhitungkan para uskup atau kaum rohaniawan. Jemaat sendiri menurud dia
harus bertindak. Kepada jemaat ia peringatkan bahwa orang kristen tidak hanya mempunyai
hak dan kemampuan untuk memberitakan Firman Allah, tetapi mempunyai kewajiban
untuk melakukannya.
II. Zwingli
Pada
tahun 1520 Zwingli mulai menggiatkan reformasi di Zurich. Ia sangat menentang
reilaufen, yaitu kebiasaan orang-orang Swis untuk menyewa diri sebagai prajurit
kepada pemerintah-pemerintah asing. Setelah usaha itu berhasil pada tahun1523
menyusul deputasi kedua di daerah Zurich. Hasilnya lebih radikal yaitu, dewan
kota menyuruh mengeluarkan salb-salib, patung-patung, malahan juga orang-orang
dari gedung gereja. Selain itu Misa di ganti dengan ibadah Perjamuan Malam.
Zwingli
menggabungkan antara gereja dan pemerintahan. Sebagai deputasi maka timbullah
sinode-sinode, yang sangat penting bagi penataan hidup gerejawi. Hal-hal
penting yang diatur oleh pemerintah dan gereja pada masa Zwingli:
Ø Disiplin
dan penerapannya.
Ø Usul
pembentukan tribual (peradilan) untuk soal-soala perkawinan.
Ø Penetapan
fungsi penatua atas nama gereja.
III.
Buce
Bebera pandangan Bucer:
Ø Bucer
tidak menghubungkan gereja dengan pemerintahan, tetapi membuat perbedaan antar
wewenang pemerintah dan otoritas gereja.
Ø Menghubungkan
pembenaran (yustifikasi) dengan pengudusan (sanktifikasi).
Ø Hukum
gereja bukan saja suatu donum (pemberian) tetapi juag suatu opus, karya Kristus
sebagai gembala bagi orang-orang percaya.
IV. Calvin
Pada
tahun 1539 Calvil dan Farel mempersembahkan suatu bagan tatagereja kepada dewan
kota Genewa. Ia menghendaki supaya Perjamuan Malam dirayakan tiap-tiap bulan
dan berhubungan denga itu juga ia menginginkan suatu disiplin yang ketat atas
pengakuan dan hidup anggota-anggota jemaat. Ia sangat menekankan apa yang
Kristus katakan pada kita melalui Firman-Nya. Dalam tata gereja yang ia susun
itu mengaju kepada kitab suci. Ia mengatakan bahwa tidak ada gereja yang hidup
dalam bentuknya yang benar, kalu tidak memperhatikan peraturan-peraturan yang
diberikan oleh Tuhan.
Pada
tahun 1541 ia bersama Farel berhasil menerbitkan ordonances ecclesiastiques
yang berisi empat jabatan yaitu:
Ø Jabatan
pendeta (untuk memberitakan firman dan pelayanan disipli)
Ø Jabatan
pengajar atau doktor (untuk pengajar katekasasi dan teologia)
Ø Jabatan
penatua (untuk pelayanan pastoral dan disiplin)
Ø Jabatan
diaken (untuk pelayanan kepada orang sakit dan miskin)
Ø Tetapai
yang Calvin lebih utamakan yaitu pemerintahan yang mutlak dari Kristus di dalam
jemaat. Kristokrasi ia jalankan dengan perantara pejabat-pejabat, yang takluk
pada Firman Allah.
Dalam
menetapkan jabatan-jabatan ia membedakan dalam empat hal:
Ø Panggilan,
yang dingggab sebagai suatu panggilan batiniah
Ø Pada
panggilan batiniah ia menambakan pula panggialan lahiriah
Ø Pemilihan,
pemilihan olae jemaat
Ø Ordinasi
tau peneguhan
Abineno
J.L., Garis-garis Besar Hukum Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar