Halaman

Selasa, 30 Mei 2023

Makalah Pembinaan Warga Gereja

BAB I

PENDAHULUAN

A.            LATAR BELAKANG

Gereja dalah persekutuan orang-orang terpanggil dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib, persekutuan merupakan segenap orang yang mempunyai  pengakuan yang sama, yang menjadi pengakuan dalam lingkungan persekutuan ini adalah Tuhan Yesus yang adalah kepala kepala persekutuan itu sendiri. Sebagai kepala persekutuan Yesus digambarkan sebagai guru, jalan kehidupan, pintu, raja, gembala dan lain sebagainya.

Didalam Alkitab ada banyak penyataan yang Yesus ungkapkan mengenai diri-Nya sebagai kepala persekutuan, ungkapan-ungkapan tersebut yakni “Akulah jalan kebenaran, Akulah pintu, Akulah pokok anggur yang benar, dan Akulah gembala. Ungkapan mengenai Akulah gembala Yesus mau menyatakan bahwa Ia adalah penuntun kawanan domba, dimana Yesus senantiasa menuntun kawanan domba itu ke padang yang berumput hijau dan air yang tenang, kawanan domba yang dimaksud disini adalah persekutuan itu sendiri, dimana Yesus senantiasa menuntun, menjaga serta menyertai persekutuan itu agar tetap ada dalam keadaan yang aman.

Dalam kesaksian kitab Yohanes pasal 10 Yesus menyebut dirinya sebagai gembala yang baik, gemaba yang baik memberikan nyawa-Nya bagi domba-domba-Nya. Gembala yang baik pula mengenal domba-dombanya, dan domba-dombanya megenal gembala itu. Serta gembala yang baik senantiasa menghalau kawanan dombanya dari setiap binatang buas, yang hendak menerkam domba-dombanya.

Dalam kehidupan-Nya di dunia, selama pelayanan-Nya Yesus memilih kedua belas murid, dan menuntun mereka kepada jalan kebenaran, Ia selalu menggembalakan murid, Ia pula senantiasa menunjukan contoh seorang gembala, oleh kerena itu Yesus mengajarkan mereka supaya mereka dapat menjadi seorang gembala karena Tuhan Yesus akan kembali dan mereka yang akan melanjutkan tugas pelayanan itu.

Setelah Yesus bangkit dari kematian-Nya, sebelum meninggalkan dunia, Yesus menampakan dirinya kepada murid-murid-Nya, Yesus memberi amanat kepada Petrus “gemabalakan domba-dombaku” (Yoh. 21:15-19). Tugas gembala ini diembankan kepada murid-murid-Nya dan amanat inilah yang menjadi tugas gereja sampai pada saat ini. Tuhan Yesus memberi tugas kepada geraja sebagai gembala domba. Dimana gereja  harus setia melayani domba-dobanya.

 Aspek hakiki gereja sebagai gembala ialah “melayani, bukan dilayani”. Artinya, gereja yang peduli dengan pergumulan kehidupan komunitasnya dan menyediakan diri untuk menanggulangi pergumulan tersebut.  

Dengan melihat tugas gereja sebagai gemabala, dan perannya dalam pembinaan warga Gereja,  ada berbagai persepsi jemaat tentang hal ini dimana ada banyak pendapat yang dikemukan tentang hal ini. Atas dasar pemahaman diatas, penulis ingin mengangkat judul “Gereja Sebagi Gembala” (persepsi jemaat tentang pembainaan warga geraja).  

 

B.       MAKSUD DAN TUJUAN

1.      Maksud

Adapun yang mejadi maksud penulisan makalah ini adalah:

a)    Untuk mengetahui pandangan jemaat tentang pembinaan warga gereja.

b)    Untuk mendalami peran geraja sebagai gembala.

2.      Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah

a)        Agar mendalami pandangan jemaat tentang pembinaan warga geraja dalam hubungannya dengan tugas gereja sebagi gembala.

b)        Agar gereja benar-benar melaksanakan tugasnya sebagai gembala

 

C.       METODE PENDEKATAN

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah menggunakan metode pustaka yaitu penulis menggunakan studi pustaka.

 

  

BAB II

PEMBAHASAN

A.    GEREJA

1.      Definisi Gereja

Kata gereja berasal dari bahasa Portugis igreya, yang diterjemahkan dari bahasa Yunani kyriake yang berarti menjadi milik Tuhan. Adapun yang dimaksud dengan “milik Tuhan” adalah orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yesus sebagai Juru Selamatnya. Jadi yang dimaksud dengan “gereja adalah persekutuan orang-orang yang beriman. 

Adapun didalam Perjanjian Baru kata yang dipakai untuk menyebutkan orang-orang beriman adalah Ekklesia, yang berarti rapat atau perkumpulan yang terdiri dari orang-orang yang dipanggil untuk berkumpul. Dalam Perjanjian Lama sudah ada umat Allah, dalam Ul.7:6 disebutkan, bahwa Israel adalah umat yang kudus bagi Tuhan, Allahnya, yang dipiilih dari segala bangsa diatas muka bumi untuk menjadi umat kesayangan Tuhan. Umat yang kudus ini didalam Perjanjian Lama disebut jemaah Tuhan (kahal yahwe).

 

2.      Hakekat Gereja

Dalam Kitab Perjanjian Baru kita menemukan beberapa gambaran mengenai Gereja yang menunjukkan kesatuan yang tidak terpisahkan antara Yesus Kristus sebagai kepala Gereja dan umatNya. Oleh sebab itu Gereja harus selalu bergantung kepada kehadiran Kristus, kehadiran sebagai suatu aktivitas yang terjadi di tengah umat secara terus menerus, yaitu penyertaanNya.

a)      Gereja digambarkan sebagai umat Allah, bait Allah, bangunan Allah dan sebagai kawanan domba Allah (Wahyu 21:3; 1 Korint. 3:16; 1 Korint. 3:9; 1 Pet. 5: 2)

b)      Gereja sebagai suatu persekutuan yang baru yaitu Tubuh Kristus dan sebagai Tubuh Kristus adalah juga Gereja yang selalu mau mendengar suara Yesus yang memanggil manusia menjadi murid-muridNya (Rom. 12:4).

c)      Hakekat Gereja adalah missioner, dapat dikatakan seluruh aktivitas Gereja adalah missioner, pelayanan Sakramen, pemberitaan Firman, pelayanan, dll).

Dari keseluruhan gambaran di atas jelas nampak hubungan/persekutuan yang sangat erat antara Yesus sebagai kepala Gereja dengan Jemaat. Tanpa persekutuan itu hakekat Gereja akan hilang dan tidak layak disebut Gereja, karena Gereja adalah Gereja selama memiliki hubungan dengan Yesus Kristus. 

3.      Sifat Gereja

Di dalam pengakuan iman rasuli disebutkan bahwa Gereja kudus, am, persekutuan orang kudus.

a)      Gereja adalah kudus
Kata “Kudus” berarti disendirikan, diasingkan, dipisahkan dari yang lain, berbeda dari yang lain. Kekudusan Gereja bukan karena ia kudus adanya, tetapi karena dikuduskan oleh Kristus.Rasul Paulus menyebutkan bahwa Jemaat adalah mereka yang dikuduskan di dalam Kristus (Fil. 1:1; 1 Korint. 1:2 ; Efesus 1:1). Gereja adalah kudus, diasingkan tapi bukan “mengasingkan diri” karena Gereja disuruh ke dalam dunia untuk memberitakan Injil Yesus Kristus. Adanya Gereja di dunia ini ialah untuk dipakai dalam karya penyelamatan Allah.

b)      Gereja adalah am

Gereja adalah am, khatolik, universal, tersebar di seluruh dunia. Am berarti umum, oleh sebab itu Gereja “menerobos” segala pembatas dan memiliki perpektif yang umum. Gereja sebagai yang am harus bersifat universal sebab kasih Allah itu ditujukan kepada dunia. Jadi Gereja bukan dan janganlah jadi suatu “golongan elite”. Gereja tidak terbatas pada suatu daerah/suku/bangsa atau bahasa tertentu tapi meliputi seluruh dunia (2 Korint. 5, 19). Gereja tidak terbatas pada suatu zaman, tapi meliputi zaman yang lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang.

c)      Gereja adalah persekutuan orang percaya

Gereja adalah persekutuan orang percaya yang telah mengakui tindakan Allah dan yang kini ingin mengungkapkan kembali tindakan itu melalui kehidupan mereka sebagai Gereja. Warga Gereja menyadari arti eksistensinya melalui Gereja (ekklesia), sebagai umat yang dikumpulkan Tuhan dari antara segala bangsa, bukan hanya berasal dari Kristus, tapi juga selalu bergantung kepada kehadiranNya yang diyakini sebagai suatu aktivitas yang terjadi di tengah umat terus menerus yaitu pernyertaanNya. Gereja adalah persekutuan orang percaya/kudus di dalam Kristus dan saling bergantung satu sama lain.

d)      Gereja adalah satu

Gereja adalah kesatuan umat Kristen, tempat bersekutu sesuai dengan kehendak Yesus Kristus, Raja Gereja. Satu dalam memberitakan Injil (Mat. 28, 18-20), satu dalam mengemban missi, mengasihi sesama dan mengasihi Tuhan (Mat. 22, 37-40), satu dalam iman dan pengharapan (Ef. 4:4-5)
Oleh sebab itu dalam kepelbagaian kita, Tuhan mempersatukan kita. Di dalam kepelbagaian itu kita dapat bersatu menampakkan kepatuhan kita sebagai Gereja kepada Tuhan Yesus Raja (Joh. 17, 21).
 

4.      Tugas Dan Panggilan Gereja

Gereja yang hidup adalah yang bersaksi tentang Yesus Kristus di dunia ini.
“Kamu akan menjadi saksiku di Yerusalem, Yudea, Samaria dan sampai ke ujung bumi” (Kis. 1, 8). Gereja terpanggil melaksanakan Amanat Agung Kristus (Mark. 16, 15 ; Mat. 28, 20).

Menjadi saksi Kristus adalah tugas Gereja dan warganya yang berlaku sepanjang masa dan bukan hanya bersaksi (marturia), tapi juga bersekutu (koinonia), melayani (diakonia). Inilah yang disebut tri tugas Gereja. Gereja dan warganya terpanggil untuk memberitakan berita kesukaan dari Allah bagi semua orang agar percaya dan diselamatkan.

Tugas gereja yang lain adalah menjadi gembala, dimana ia senantiasa mengenal domba-dombanya, dan menuntut dombo-dombanya, kepadang rumput yang hijau dan dan air yang tenang.


B.     GEMBALA

1.      Definisi Gembala

Gembala adalah seseorang yang mengurus ternak, terutama di peternakan. Menurut jenis binatang yang diurus gembala dapat disebut "gembala sapi", "gembala domba" dan lain-lain. Dalam bahasa Yunani kata “gembala” yaitu poimen. 

Gembala bersedia mempertaruhkan hidupnya untuk melindungi domba-dombanya dari para perampok dan binatang-binatang buas, ia mempertaruhkan dirinya untuk membawa mereka kepadang rumput dan ke sumber air.

2.      Sejarah

Menggembala adalah salah satu pekerjaan tertua di dunia yang sudah dilakukan orang di Asia Kecil sekitar 6 ribu tahun lalu. Domba diternakkan untuk diambil susu, daging, dan bulunya untuk dijadikan wol. Abad berikutnya, domba sebagai hewan ternak dan pekerjaan menggembala sudah menyebar ke seluruh wilayah Eurasia

3.      Gembal Yang Baik

Kategori gembala yang baik mebicarakan tentang gembala yang melaksanakan tugas dengan baik yang setia untuk menjaga kawanan dombaa, dimana ia memimpin kawanan domba itu ke padang yang berumput hijau dan ke air yang tenang, yang menjadi prioritas tertinggi gembala yang baik adalah melindungi miliknya.

 

C.    GERAJA SEBAGAI GEMBALA

Aspek hakiki gereja sebagai gembala ialah “melayani, bukan dilayani”. Artinya, gereja yang peduli dengan pergumulan kehidupan komunitasnya dan menyediakan diri untuk menanggulangi pergumulan tersebut.

Di dalam melaksanakan tugasnya, gereja sebagai gembala mengusung sejumlah prinsip penggembalaan Prinsip-prinsip gembala sangat sederhana, secara garis besar prinsip-prinsip kepemimpinan gembala adalah “4 M”, yang terdiri dari:

1.    M = Mengenal.

2.    M = Mengasuh.

3.    M = Mengayomi.

4.    M = Melindungi.

Berikut ini disajikan uraian ringkas mengenai prinsip-prinsip penting filosofi kepemimpinan gembala  “4 M”  sebagai berikut:

1.         Mengenal.

“Mengenal” dalam filosofi gembala tidaklah sekadar mengetahui atau memahami keberadaan fisik secara visual semata, namun aspek yang lebih penting justru unsur lain yang tersembunyi di balik fisik tersebut, seperti naluri,  karakter, atau tabiat. Mengenal secara fisik barulah sebagian dari eksistensi jemaat secara utuh. Gembala yang baik adalah gembala yang mengenal jemaat yang digembalakannya secara utuh. Namun, agar seorang gembala mampu mengenal jemaat secara utuh, maka mau tidak mau, ia harus memiliki hubungan emosional yang intim dengan ternak gembalaannya. 

2.         Mengasuh

Mengasuh adalah falsafah gembala berkaitan dengan tanggung jawabnya yang menyeluruh terhadap kesehatan psikis maupun fisis seluruh jemaat yang digembalakannya. 

3.         Mengayomi.

Mengayomi, mengandung makna memberikan perlindungan penuh  tanpa batas sehingga menciptakan rasa aman dan nyaman terhadap jemaat. Tindakan mengayomi dapat diibaratkan laksana induk ayam yang mengerami anak-anaknya di bawah kepak sayapnya. Dengan demikian, anak-anaknya tidak hanya merasakan adanya jaminan keamanan dari sang induk terhadap gangguan musuh, tetapi juga kenyamanan karena mendapatkan kehangatan dari tubuh sang induk. Untuk melakukan pengayoman, seorang pemimpin gereja harus melaksanakan tindakan-tindakan sebagai berikut:

a.         Melayani tanpa pandang bulu

b.        Melayani secara adil.

c.         Menghilangkan intrik-intrik.

d.        Menghilangkan diskriminatif.

4.         Melindungi

Memberikan perlindungan merupakan komitmen dasar setiap  gembala sehingga kawanan dapat menjalankan aktivitas mereka dengan tenang. Kedamaian, kesejahteraan, keamanan, dan kenyamanan hidup hanya bisa terselenggara jika gembala mempunyai kesanggupan menyediakan perlindungan.                    

Keempat poin diatas menjadi prioritas utama bagi gereja sebagai gembala, dimana didalam menjalankan tugas dan tanggung jawab, didalam menjalankan tugas, gereja secara tersirat telah malaksanakan amanat gereja sebagai gembala.

 

 

BAB III

PENUTUP

A.    SIMPULAN

Gereja adalah kelompok orang yang bersama-sama percaya kepada Allah dan Yesus Kristus. Mereka adalah orang-orang yang dipanggil, oleh Allah untuk keluar dan menjadi umat-Nya. Ada beberapa sebutan yang pakai untuk menyebut gerejayakni “Jemaat Kristus. Jemaat Allah, Jemaat Anak Sulung, orang-orang kudusnan, kawanan domba”

Kawanan domba ini senantiasa dipimpin dan dibimbing oleh sang gembala Agung yakni Yesus Krisrus, Ia menyebut diri-Nya sebagai gembala yang baik yang memberikan nyanya bagi domba-domba-Nya serta mengenal domba-domba-Nya.

Gereja adalah suatu persekutuan yang diberi amanat untuk menggembalakan domba-domba yang Tuhan Yesus telah kumpulkan dalam suatu persekutuan, melalui percakapan Yesus dengan Petrus Yesus memberi amanat “gembalakanlah domba-dombaku” suatu amanat yang meneguhkan Petrus sehingga berdirinya gereja sampai sekarang.

Secara lembaga gereja mempunyai tugas untuk melayani jemaat, maka gereja mempunyai tugas untuk menggembalakan kawanan domba. Dimana gereja mempunayi tugas untuk mengenal, mengasuh, mengayomi, dan melindungi jemaat, inilah yang menjadi prioritas gereja sebagai gembala.   

B.     SARAN

Gereja sebagai persekutuan yang diberi tugas untuk mengembalakan, untuk itu gereja harus setia pada tugas dan amanat yang Yesus berikan agar kawanan itu senantiasa terpelihara. Gereja diharapkan menjadi gembala yang baik bagi kawanan domba, yang mengenal domba-dombanya.

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

 

Hadiwijono, H. 2010, Iman Kristen. Jakarta; BPK-Gunung Mulia

Dunnam, Maxie.2001 Akulah. Jakarta; BPK-Gunung Mulia

Veldhuis, Henri. 2010. Ku Tahu Yang Ku Percaya. Jakarta; BPK-Gunung Mulia,

http://www.gotquestions.org/indonesia/definisi-gereja.html

 

http://www.gkps.or.id/component/content/article/14-dasar-pemahaman-kristen/134-gereja

http://www.gotquestions.org/indonesia/pemerintahan-gereja.html

  

Filsafat Hedonisme

Apa Arti Dari Nama Dari Aliran Itu?

a.       Pengertian  Hedonisme

“Hedonisme adalah adalah salah satu teori etika yang paling tua”.[1] Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia.

Hedonisme adalah paham sebuah aliran filsafat dari Yunani. Tujuan paham aliran ini, untuk menghindari kesengsaraan dan menikmati kebahagiaan sebanyak mungkin dalam kehidupan di dunia.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hedonisme diartikan sebagai pandanganyang menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup (KBBI, edisi ketiga, 2001). Secara general, hedonisme bermakna, kesenangan merupakan satu-satunya manfaat atau kebaikan. Dengan demikian hedonisme bisa didefinisikan sebagai sebuah doktrin (filsafat etika) yang berpegangan bahwa tingkah laku itu digerakkan oleh keinginan atau hasrat terhadap kesenangan dan menghindar dari segala penderitaan.

b.      Arti Harafiah

Kata hedonisme diambil dari Bahasa Yunani  hēdonismos dari akar kata  hēdonē, artinya "kesenangan". Paham ini berusaha menjelaskan adalah baik apa yang memuaskan keinginan manusia dan apa yang meningkatkan kuantitas kesenangan itu sendiri

.Menurut kamus Indonesia Wikipedia, Hedonisme berasal dari bahasa Yunani yang derivasi katanya; ‘hedon’ (pleasure) dan ‘isme’. yang diartikan sebagai paradigma berpikir yang menjadikan kesenangan sebagai pusat tindakan.


Siapa Tokoh-Tokoh Dari Aliran Itu dan Pandangan Dari Tokoh-Tokoh Itu

a.       Sokrates yang menanyakan tentang apa yang sebenarnya menjadi tujuan akhir manusia.

b.      Lalu Aristippos dari Kyrene (433-355 SM) menjawab bahwa yang menjadi hal terbaik bagi manusia adalah kesenangan. Aristippos memaparkan bahwa manusia sejak masa kecilnya selalu mencari kesenangan dan bila tidak mencapainya, manusia itu akan mencari sesuatu yang lain lagi. Pandangan tentang 'kesenangan' (hedonisme) ini kemudian dilanjutkan seorang filsuf Yunani lain bernama

c.       Epikuros (341-270 SM). Menurutnya, tindakan manusia yang mencari kesenangan adalah kodrat alamiah. Meskipun demikian, hedonisme Epikurean lebih luas karena tidak hanya mencakup kesenangan badani saja seperti Kaum Aristippos, melainkan kesenangan rohani juga, seperti terbebasnya jiwa dari keresahan.

d.      John Lock (1632-1704), filosof Inggris Filsuf abad ke-20 yang dipengaruhi aliran filsafat hedonisme , “Lock berpendapat bahwa yang kita sebut baik adalah apa yang menyebabkan kesenangan, sebaliknya kita namakan jahat karena mendatangkan ketidaksenangan.[2]

Apa Ajaran atau Pandangan Dari Aliran Itu

Dengang melihat pengertian dari aliran ini yakni Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia.

Yang menjadi pandangan dari sisi hedonisme, tujuan dari hidup manusia adalah menggapai kesenangan dan kemikmatan badani. Suatu aliran filsafat yang mengagungkan kenikmatan hidup yang sebenarnya berangkat dari pemikiran filsafat sebelumnya. Lihat, misalnya filosof Aristippos dari Kyrene, seorang murid Socrates, yang menegaskan bahwa yang sungguh baik bagi manusia hanyalah kesenangan dan kenikmatan. Jika ia berhasil meraih kesenangan, ia tidak akan mencari sesuatu yang lain lagi. Ia hanya berambisi mencari kesenangan dan kenikmatan.

Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan materi adalah tujuan utama hidup. Bagi para penganut paham ini, bersenang-senang, pesta-pora, dan pelesiran merupakan tujuan utama hidup, entah itu menyenangkan bagi orang lain atau tidak. Karena mereka beranggapan hidup ini hanya satu kali, sehingga mereka merasa ingin menikmati hidup senikmat-nikmatnya. di dalam lingkungan penganut paham ini, hidup dijalanani dengan sebebas-bebasnya demi memenuhi hawa nafsu yang tanpa batas.

Menurut pandangan paham hedonisme hidup adalah suatu kesempatan yang datangnya hanya sekali. Karena itu, isilah dengan kenikmatan tanpa memikirkan efek jangka panjang yang akan diakibatkan.

Nilai-nilai filsafat hedonisme dalam seluruh tindakan yang mengarah kepada proses pencapaian kebahagiaan yang paling besar bagi seluruh manusia.

Hedonisme mengatakan bahwa kewajiban moral saya adalah membuat sesuatu yang terbaik bagi diri saya sendiri. Karena itu ia  mengandung paham egoisme karena hanya memperhatikan kepentingan dirinya saja.

Aliran yang berpendapat bahwa perbuatan susila itu ialah perbuatan yang menimbulkan ‘hedone’ (kenikmatan dan    kelezatan). Kebaikan yang paling utama dan kewajiban seseorang ialah mencari kesenangan sebagai tujuan hidupnya“filsafat hedonism mengajarkan bahwa kesenangan (hedone) adalah kebaikan yang tertinggi”[3]

Bagaimana Pengaruh Pandangan Itu Dalam Masyarakat Modern

Pandangan Hedonisme cukup berpengaruh dalam kehidupan modern, secara implisit hedonisme kian mencapai bentuknya dalam masyarakat yang sangat konsumeristis, yang  memang di dalamnya hedonisme menggebu dalam pemenuhan daya kemampuan untuk meraih kenikmatan yang terkandung dalam materi, kekuasaan dan seks .Semua kenikmatan yang dikejar manusia itu termasuk dalam hidup inderawi, intelektual, dan spiritual.

Pemikiran itu agaknya sangat cocok dengan gaya hidup masyarakat modern. Individualitas dan nafsu untuk meraih kenikmatan sangat kental mewarnai kehidupan kita. Paham ini juga merasuki kehidupan remaja, dimana remaja berbondong-bondong digiring untuk menjalani kehidupan yang berpangkal pada pencarian kesenangan semata, salah satunya berwujud dunia entertaintment.

“Filsaafat Hedonisme masih terus bekembang samapai pada saat ini dan terbagi-bagi dalam cabang yang kecil-kecil seperti hedonisme psikologi (yang mementingkan kesenagan jiwa), hedonisme egoistis (yang mementingkan dsiri sendri), dan hedonisme altruistis ( yang mementingkan kesengan diri dan kesengann orang lain). Di Indonesia, secara teoritis memang tidak ada yang menganut hedonisme tapi dalam praktek banyak juga orang yang cenderung mempraktekan hedonism, dengan mencari kepentingan kesengan”.[4]

Jadi dalam kehidupan modern, hedonism masih menjadi etika implicit yang dianaut oleh banyak orang melalui perilaku mereka

 

Daftar Pustaka

 

Poespoprodjo, W., (1999) Filsafat Moral. Bandung: CV. Pustaka Gravika

Borong, R. P., (1998) Materi Pokok Etika Materi 1-6. Bandung: Direktorat Bimbingan Masyarakat Kristen Protestan Departemen Agama

Bertens, K., Etika

http://id.wikipedia.org/wiki/Hedonisme#cite_note-Suseno-0

http://www.scribd.com/zerodontmind/d/18427728-Etika-Hedonis-Dalam-Bingkai-Kekuasaan

http://www.scribd.com/enal_wonka/d/59612117-Mengenal-Hedonisme-Lebih-Dekat

 http://diahutamidotcom.wordpress.com/2011/03/02/cabang-dan-aliran-filsafat/

 



[1] W. Poespopojdo, filsafat  moral:60

[3] R. P. Borong, M. Th, modul etika:10

[4] Ibid:11